Selasa, 18 September 2012

Bintang Kejora

       
       Apa anda sudah tahu apa itu ‘Bintang Kejora’? Ini bukan sebutan untuk suatu bintang yang ada dalam tata surya, apalagi merupakan nama sebuah lagu. Bintang Kejora yang dimaksud adalah sebutan untuk nama bendera yang digunakan oleh kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai simbol aksi pemberontakan mereka untuk memisahkan Provinsi Papua dari Negara Kesatuan RI. Dengan kata lain, Bintang Kejora adalah nama bendera OPM.
        Tapi apa anda juga tahu; apa, dari mana asal muasal bendera itu dan mengapa digunakan oleh OPM sebagai lambang kebanggaanya?.
BINTANG KEJORA ADALAH CIPTAAN BELANDA.
Hal itu membuktikan sikap pengingkaran Belanda terhadap ke-sepakatan dengan RI yang sudah menjadi negara yang berdaulat.
Menteri Luar Negeri Belanda saat itu (1961, jauh sesudah 1945), Joseph Luns, menyusun program 10 tahun untuk persiapan dan pem-berdayaan Papua. Selain membangun sektor pendidikan dan infrastruktur, Belanda juga mengadakan pemilihan untuk menentukan perwakilan rakyat Papua dalam wadah Dewan Papua. Tugasnya adalah membentuk komisi nasional untuk kemerdekaan, menentukan bendera, lambang dan lagu kebangsaan.  Maka ditetapkanlah bendera Bintang Kejora sebagai bendera kebangsaan, burung Mambruk sebagai lambang negara dan lagu Hai, Tanahku Papua sebagai lagu kebangsaan.
Desain bendera Bintang Kejora sendiri dirancang oleh seorang Belanda bernama Meneer Blauwitt dengan tiga bagian warna yang terdiri dari warna merah, putih dan biru yang meniru bendera Belanda, ditambah ke-13 garis warna putih dan biru, menandakan ke-13 wilayah dalam negara Papua Barat yang akan dibentuk. Adapun lagu Hai, Tanahku Papua merupakan lagu berlirik bahasa Belanda yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, diciptakan oleh salah seorang misionaris Belanda, Ishak Samuel Kijne.
Nah, dengan sekelumit cerita tentang Bintang Kejora ini, silakan direnungkan apa makna yang terkandung didalamnya, tentu akan muncul ‘benang merah’ didalam cerita sejarah Papua, dari dulu hingga sekarang.
Maka jangan heran kalau selama ini OPM selalu memprogandakan pergerakannya untuk meminta simpati dan dukungan dari negara-negara dunia, khususnya Belanda.
Jangan kaget pula kalau orang-orang Papua pernah berebut untuk mencari suaka politik ke Belanda dan ingin menjadi warga Belanda, menyusul saudara dan rekan-rekannya yang sudah mendahului ke sana, seperti para personel Black Brothers, grup musik asal Papua yang tenar di era 1970an.

GEJOLAK PAPUA, MENGOYAK INDONESIA



Papua - dahulu disebut Irian Barat dan Irian Jaya - kembali bergejolak. Peristiwa kekerasan berupa penembakan pada rakyat sipil maupun aparat keamanan terjadi berturut-turut.  Insiden Penembakan Misterius (Petrus) tahun 2012 meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan catatan KontraS, tahun 2011 terjadi 13 peristiwa, satu peristiwa terjadi tahun 2010 dan 12 peristiwa tahun 2009. Pada tahun 2012, terhitung dari Januari sampai dengan Juni saja, tepatnya 11 Juni 2012, telah terjadi 17 peristiwa penembakan yang mengakibatkan setidaknya 7 warga sipil, satu jurnalis meninggal dan 10 orang mengalami luka kritis, termasuk warga negara asing Jerman Dietman Pieper.
Isu Papua merupakan isu yang mendunia. Peristiwa pelanggaran HAM yang dilakukan anggota TNI, kerusuhan pekerja PT Freeport, peperangan antar suku, bahkan sentimen agama sering mewarnai Papua. Tak ayal perhatian dunia tertuju kepada Papua. Isu tersebut sengaja dipelihara yang sewaktu-waktu digunakan untuk menghantam ketidakadilan pemerintah Indonesia. Seharusnya pemerintah Indonesia juga berkaca pada semua peristiwa yang terjadi.
Mengingat Papua, bumi yang kaya sumber daya alam, sementara sumber daya manusia masih di bawah rata-rata. Kemiskinan dan keterbelakangan kerap menerpa penduduk Papua. Terutama penduduk asli di Papua. Maka jelas sistem demokrasi yang selama ini didengungkan dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat tidak berlaku. Demokrasi tidak dapat mengikatkan dan mempersatukan rakyat. Karena demokrasi merupakan sistem yang rapuh.
Persoalan Papua ini tidak bisa sekadar dipandang hanya separatis. Lebih dari itu Papua dijadikan medan perebutan dalam hal ekonomi, politik, dan geografis. Indonesia sebagai pemilik sah Papua digugat baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Pihak dalam negeri berupa separatis dan pejabat yang korup. Adapun dari luar negeri tekanan politik yang mengatasnamakan HAM, kebebasan, dan demokrasi. Asing menggunakan isu Papua sebagai bentuk penjajahan kepada Indonesia. Maka Papua bergejolak Indonesia terkoyak.
Separatis muncul merupakan bukti bahwa negara gagal melindungi dan menyejahterakan rakyat. Kegagalan itu akibat negara kalah sejak awal dengan menyerahkan kekayaan alam kepada asing. Kegagalan dalam memberikan kemakmuran, pendidikan, kesejahteraan dijadikan alasan untuk membangkang.
Hal ini pun dimanfaatkan orang asli papua yang mereka termasuk jutawan untuk menyuap rakyat Papua. Tujuannya rakyat diberikan uang agar muncul protes terhadap pemerintah. Sungguh ironis, keterbelakangan rakyat Papua dimanfaatkan untuk perbuatan separatis. Selain itu pula karena kemiskinan yang mereka alami. Mereka menerima saja dana itu. Apalagi dananya dari orang Papua asli. Sementara itu rakyat juga dalam kondisi miskin.
Pengawasan yang lemah oleh negara kepada setiap orang asing maupun kelompok, berhasil dimanfaatkan oleh para misionaris yang memang bekerja sama dengan kapitalis asing untuk menyebarkan virus separatis. Misionaris menghembuskan ide-ide pemisahan dari Indonesia.
 Oleh karena itu, semakin jelas persoalan utama di Papua. Kompleksitas persoalannya dimanfaatkan berbagai pihak yang menginginkan Papua baik kekayaannya maupun wilayahnya yang strategis. Maka yang dirugikan adalah rakyat Papua sebagai pemilik sah wilyahnya. Sungguh malang nasibnya. Ibaratkan jatuh tertimpa tangga. Wajah melompong dan ketidaktahuan akan persoalan menjadikan tambah sengsara.