Selasa, 31 Juli 2012

PAPUA, DAMAI DAN BERMARTABAT


Pemerintah berusaha mengeliminisasi permasalahan separatis di Papua, baik melalui lobi-lobi di luar negeri maupun pendekatan dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) di Papua. Upaya untuk menjelaskan bahwa Otonomi Khusus (Otsus) Papua dalam kerangka NKRI merupakan penyelesaian terbaik untuk masalah Papua juga dilakukan guna meluruskan dan mendudukkan permasalahan Papua secara jernih dan objektif.
Langkah lainnya yang dilakukan pemerintah adalah terus mendorong pemerintah daerah melaksanakan otsus secara konsekuen agar dapat memanfaatkan dana otsus secara tepat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan masalah-masalah sosial lainnya.
Di tingkat internasional, langkah yang dilakukan pemerintah adalah mempresentasikan perkembangan positif di Papua, misalnya menyangkut keberhasilan Pemilu 2009, inpres percepatan pembangunan, community development, dan implementasi otsus.
Muncul dan berkembangnya embrio separatisme tidak terlepas dari masalah ketidakadilan dan kesenjangan kesejahteraan sehingga untuk mengatasi hal tersebut pemerintah akan terus melanjutkan dan mengembangkan kebijakan yang telah diambil selama ini. Pendekatan terhadap masalah separatisme tidak lagi hanya menggunakan kekuatan militer, tetapi menggunakan prioritas utama untuk melakukan langkah persuasif dengan pendekatan perdamaian dan dialog dan peningkatan kesejahteraan melalui pemerataan pembangunan.
Konsep penyelesaian damai secara “bermartabat” akan terus diterapkan dalam pencegahan dan penanggulangan separatisme di daerah lain. Penyelesaian secara “bermartabat” bertujuan agar pihak separatis tidak akan kehilangan muka untuk melepaskan aspirasinya. Penguatan basis dukungan masyarakat melalui lembaga politik dan adat, seperti Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Adat Papua (DAP) menjadi tonggak utama untuk mengurangi ketidakpuasan dan perbedaan pendapat antara masyarakat di daerah dan Pemerintah Pusat.
Untuk menjamin keberhasilan pendekatan tersebut, secara berkala perlu dilakukan evaluasi menyeluruh sehingga perbaikan terhadap langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah dapat berjalan dan lebih terfokus pada permasalahan sesungguhnya. Peningkatan pelayanan publik, terutama untuk mendapatkan informasi yang benar, dilakukan agar sosialisasi terhadap pentingnya menjaga keutuhan NKRI dapat terus dilaksanakan dengan baik.
Kebijakan militer sebagai langkah terakhir dan hanya akan diambil apabila permasalahan tidak dapat diselesaikan melalui dialog. Kebijakan pemekaran wilayah yang didasarkan atas pertimbangan dan kepentingan pembangunan masyarakat di daerah akan tetap mendapatkan prioritas apabila hal itu dapat membantu masyarakat di daerah tersebut untuk mendapatkan keadilan dan kesejahteraan sehingga dapat mencegah muncul dan berkembangnya embrio separatisme.

HADAPI SEPARATIS PAPUA

Gerakan separatisme masih menjadi ancaman nyata bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam menghadapi ancaman gerakan separatisme ini, pemerintahan Indonesia yakin bahwa penyelesaian masalah ini hanya dapat dilakukan secara menyeluruh dan damai. Keberhasilan dalam penyelesaian masalah separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) menjadi pelajaran penting untuk menyelesaikan masalah separatisme di daerah lainnya.
Kondisi keamanan di daerah Papua sampai saat ini masih kondusif walaupun masih terjadi insiden penembakan terhadap warga sipil maupun aparat keamanan. Berbagai peristiwa tersebut, memperlihatkan bahwa konflik kekerasan  masih ada di Papua. Kejadian lain seperti aksi-aksi simbolis untuk mendukung gerakan separatisme, seperti pengibaran bendera Bintang Kejora 1 Juli lalu, yang bertepatan dengan hari jadi Polri, menunjukan bahwa permasalahan separatisme di Papua cukup serius.
Pemerintah terus mengupayakan untuk menyelesaikan permasalahan separatisme ini, baik melalui kegiatan represif terhadap kelompok-kelompok bersenjata maupun persuasif melalui upaya meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat Papua, sehingga penyelesaian ini dapat diselesaikan secara komprehensif dan menyeluruh dalam kerangka otonomi khusus bagi Papua.
Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana menurunkan tingkat perlawanan gerakan separatis dan menggalang tokoh kunci gerakan separatis OPM. Tergalangnya tokoh-tokoh kunci gerakan separatis tersebut diharapkan mampu meredam aktivitas bersenjata.
Tetap eksisnya Gerakan Separatis Papua yang menamakan diri Organisasi Papua Merdeka di Papua, meskipun jumlahnya makin kecil namun masih tetap menjadi ancaman bagi stabilitas keamanan di Papua. Disisi lain, hingga kini masih ada upaya dari OPM di luar negeri untuk menggalang dukungan politik masyarakat internasional bagi perjuangannya mewujudkan kemerdekaan Papua.
Embrio dari gerakan separatisme tersebut muncul karena ketidakpuasan elemen masyarakat di daerah terhadap kebijakan Pemerintah Pusat yang dinilai tidak adil. Penelitian yang dilakukanoleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menunjukan bahwa akar permasalahan terjadinya konflik di Papua adalah karena adanya marginalisasi dan tindakan diskriminatif dalam pembangunan ekonomi terhadap orang asli Papua, kurangnya pembangunan terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi rakyat, paradigma sejarah bergabungnya Papua ke Indonesia, dan belum adanya rekonsiliasi atas kekerasan yang terjadi di masa lalu.
Oleh karena itu, langkah yang diperlukan untuk menyelesaikannya harus komprehensif dan menyeluruh dalam semua bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.

Rabu, 18 Juli 2012

Campur Tangan Asing


KONFLIK di Papua sangat rentan dengan campur tangan asing. Diduga tindak kekerasan tersebut dilakukan kelompok bersenjata OPM dan simpatisannya. Banyak pihak yang menengarai ada campur tangan asing yang ikut menciptakan agar konflik berkepanjangan terjadi di Papua. Penilaian sejumlah pihak terkait konflik di Papua dapat dibenarkan karena ada indikasi ke arah itu, diantaranya munculnya kelompok yang sudah berani menggunakan senjata dan terang-terangan menyatakan merdeka, serta mengibarkan bedara simbol separatis Papua.
Konflik sengaja diciptakan dengan memanfaatkan even-even tertentu untuk melawan aparat keamanan. Bentrok sengaja diciptakan untuk menimbulkan kekacauan dan pemberitaan luas, untuk menarik simpati internasional. Hal ini merupakan setting yang diotaki asing yang bermain di Papua.
Konflik di Papua disebabkan provokasi yang berkepentingan dengan Sumber Daya Alam (SDA) disana. Provokasi ini dimunculkan pihak-pihak luar yang punya kepentingan dengan sumber daya alam Papua yang kaya raya tersebut. Sebaliknya, kalau tidak punya kekayaan alam, maka tidak akan ada provokasi di Papua. Lihat saja di negara-negara Afrika yang miskin atau tidak mempunyai sumber daya alam, selama ini mana ada kelihatan konflik atau memang sengaja dibiarkan saja.
Dengan kekayaan alam yang dimilikinya, Papua diincar banyak pihak, terutama negara yang mempunyai kepentingan atau membutuhkan sumber daya alam. Terkait keinginan sebagian pihak di Papua yang merasa diperlakukan tidak adil, yang perlu ditindaklanjuti adalah dengan melakukan evaluasi terhadap otonomi daerah (otsus) yang telah diberikan kepada provinsi tersebut. Kalau dalam konteks Irian (Papua), kini ada perasaan merasa tidak diperhatikan, ada keinginan menentukan nasib sendiri. Di negara merdeka seperti Indonesia, hal itu bukan bikin negara baru, tapi minta otonomi. Kalau sudah diberi otonomi tetapi masih minta melepaskan diri, itu pasti ada provokasi.
Lebih dari itu, yang paling penting bagi bangsa Indonesia dalam menyelesaikan persoalan Papua adalah penyelesaian secara internal. Untuk itu harus dibuat suatu koridor, apalagi kita punya pengalaman dengan Provinsi Timtim.

Selasa, 17 Juli 2012

MAU KEMANA LAGI OPM BERHARAP?


Anda masih ingat Eni Faleomavaega, anggota Kongres Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat yang selama ini dikenal vokal menyikapi persoalan HAM di Tanah Papua?.
Barangkali tidak semua orang (khususnya warga Papua, ter-khusus lagi mereka yang terus menerus “memperjuangkan” Papua Merdeka) tahu bahwa belum lama ini Eni menerima kunjungan kunjungan dari Parlemen Indonesia pimpinan Eva Kusuma Sundari di Gedung DPR (House of Representatives) AS, April lalu. Secara tegas Eni menyatakan Kongres AS tidak mendukung rencana masyarakat Papua untuk keluar dari NKRI. Justru sebaliknya Kongres AS mendukung pemberlakuan Otsus di Tanah Papua.
”Dia (Eni Faleomavaega) berharap pemberlakuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua secara serius dan konsisten oleh pemerintah RI,” kata Eva.
Pernyataan Eni Faleomavaega ini sejalan dengan hasil Congressional Hearing tentang Papua di Washington DC, 22 September 2010 yang lalu. Bahkan waktu itu, Eni Faleomavaega dalam kesimpulannya mengakhiri hearing tersebut mengakui bahwa kondisi HAM di Papua sudah banyak membaik namun perlu terus dipantau agar pelanggaran HAM seperti yang banyak dialami di masa lalu tidak terulang.
Satu lagi catatan penting dari kesimpulan Eni adalah bahwa ternyata sebagian besar komunitas Papua memilih otonomi khusus dalam bingkai NKRI dan (hanya) ada sekolompok orang Papua yang menuntut merdeka di luar NKRI. Pemilihan para Gubernur, Walikota dan Bupati di Papua yang sangat demokratis membuktikan adanya dukungan tersebut.
Pernyataan-pernyataan positif seperti ini sangat kita butuhkan untuk membangun persepsi positif di Tanah Papua. Karena selama ini (dan sampai sekarang pun masih terus berlangsung) masyarakat Papua sering dibikin galau oleh kampanye-kampanye negatif yang dilancarkan oleh segelintir orang yang oleh Eni disebut ‘sekelompok orang Papua yang menuntut merdeka di luar NKRI’.
Bangsa ini perlu terus-menerus memberikan pencerahan kepada masyarakat Papua untuk meyakini upaya serius pemerintah RI untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan orang Papua. Break down dari upaya itu adalah menjaga suasana keamanan agar selalu kondusif, mengontrol perilaku aparat keamanan dengan penegakan hukuman disiplin secara konsekwen, menindak perilaku koruptif aparat pemda, mendampingi pemkab dan pemprov melalui pembentukan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UKP4B), mengevaluasi dan renegosiasi kontrak karya bidang pertambangan, termasuk Freeport, memperbaiki kesejahteraan dan upah pekerja PT Freeport, dan yang lannya.

Senin, 16 Juli 2012

Daftar Organisasi Pendukung Gerakan Papua Merdeka di Luar Negeri




Belajar dari kasus Timor Timur yang kini telah berubah menjadi Negara Timor Leste, dimana keterlibatan pihak asing terbukti sangat kental disana, saya tertarik untuk share di forum ini pemberitaan sebuah situs tentang daftar sejumlah organisasi/lembaga non pemerintah (NGO) di luar negeri yang diketahui menjadi pendukung gerakan Papua Merdeka (OPM).

NGO-NGO itu tersebar di berbagai negara, seperti di Inggris, Australia, Selandia Baru, Belanda, Jerman, Perancis hingga Canada. Bahkan Amerika Serikat pemilik perusahaan pertambangan raksasa PT. Freeport ternyata memiliki delapan NGO pendukung gerakan separatis Papua yang sering bikin onar di areal PT. Freeport di Timika.

Jika daftar ini benar, maka benar sinyalemen sejumlah tokoh nasional tentang hal itu, sebagaimana terwakilkan dalam pernyataan Wakil Ketua Komisi I TB Hasanuddin, yang mengatakan kasus kekerasan di Papua karena ada keterlibatan pihak asing. Jadi pelakunya asing, dan asli daerah yang dibina.
http://www.mediaindonesia.com/citizen_read/3930

Menurut Hasanuddin, jika dilihat dari wilayah penyebaran aksi penembakan dan waktu kejadiannya terlihat jelas bahwa aksi itu terorganir dengan rapi. Ini sudah sistematis dalam memilih sasaran, direncanakan dengan baik dan dengan biaya yang cukup besar. Dari manakah sumber dana itu?
http://www.detiknews.net/read/2012/06/09/asing-ditengarai-jadi-penyandang-dana-kisruh-papua/

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsudin juga sependapat. Menurutnya, kekisruhan yang terjadi di Papua karena ada indikasi intervensi pihak asing yang mungkin saja ada kepentingan tertentu di daerah tersebut. Karenanya, ia meminta Pemerintah Republik Indonesia untuk berhati-hati dalam menyikapi konflik di Papua.
http://banjarmasin.tribunnews.com/2012/06/18/din-syamsudin-di-papua-ada-indikasi-intervensi-asing

DAFTAR ORGANISASI/LEMBAGA PENDUKUNG 
GERAKAN PAPUA MERDEKA DI LUAR NEGERI

I. Di Inggris
West Papua Ascociation
Tapol the Indonesian Human Right Campaign
Forest People Programme
National Union of Student
The Foundationfor Endagered Languages. 6) Down to Earth
World Development Movement
Colombia Solidarity Campaign
Oxford Papua right for Campaign
Cambridge Campaighn for Peace

II. Di Australia
Australia West Papua Asscociation
Internasional Volunteer for Peace
Medical Asscociation for Prevention of War
Pax Christi
Religius Society for Friends (Quakers)

III. Di Belanda
West Papuan Women Asscociation in the Netherlands
Chlindrern of Papua
Foundation Pro Papua, established by veterans former Dutch New Guienea
West Papua Courier
Movement Peace, Human Right, Communication and Develeopment
PaVo-Papuan People’Fundation
The Netherlands Centre for Indigenous People

IV. Di Selandia baru
Indonesia Human Right Committee.
Peace Movement Aotearoa.
Women’s International League for Peace and Freedom.
Section, Aoteorea.
Peace Foundation, Aoteorea.
Christian World Service.
Disarmamment & Security Centre.
Global Peace and Justice Auckland.
Pax Christi Aotearea.
The New Zealand Council of Economic and Culturights.
Women for Peace.
The Alliance Party.

V. Di Irlandia
West Papua Action-iriandia
Just Forrest-iriandia
TibetSupport Group-lrlandia
Afri-iriandia
Committee of 100-Finlandia
East Timor Ireland Solidarity Campaign-iriandia
Cuba Support Group-lrlandia
Latin America Solidarity Centre-iriandia
Trocaire, the Catholic Agency for World Development- Irlandia
Forest Friend Ireland/Cairde na Coille-Dublin
Alternatives to Violence-Belfast

VI. Di Amerika Serikat dan Kanada
East Timor Action Network (ET AN).
International Physicians for the Prevetion of Nuclear War
Indonesia Human Rights Network-USA
Papuan American Student Association-Washington DC, New York, California, Taxas dan Hawai.
West Papua Action Network (WESPAN)-Kanada.
Canadian Ecumenical Justice Intiviatives-Kanada
Canadian Action for Indonesia & East Timor-Kanada
Canadians Concerned About Ethnic Violence in Indonesia- Kanada.

VII. Di Belgia, Nepal, Swedia
KWIA-Flanders (Belgia)
Coalition of the Flemish North South Movement-Brussels Belgium.
Nepal Indigenous Peoples Development and Information Service Centre (NIPDISC)-Nepal.
Anti-Racism Information Service-Switzerland
Swedish Association for Free Papua-Sweden

VIII. Di Perancis, Jerman, Norwegia, Denmark
Survivallnternational-Perancis
German Paciffic-Network-Jerman i
Regnskogsfondet-Oslo, Norwegia
International Work Group for Ondigenous Affairs-Denmark

IX. Di Fiji, Uganda dan Timor- Timur
Paciffic Concerns Resource Centre (PCRC)-Fiji Island
Foundation for Human Right Intiative (FHRI)-Uganda
International Platform of Jurists for East Timor- Timur.
*) Ricard Radja (Kupang-NTT) (http://zonadamai.wordpress.com)