Senin, 18 Juni 2012

SADAR DAN KEMBALILAH 'PULANG' SAUDARAKU


Di dunia ini kaum pemberontak terdiri dari dua kategori yakni kaum pemberontak bilygrand adalah kaum pemberontak yang diakui secara nasional dan kaum pemberontak insurgent adalah kaum pemberontak yang tak diakui secara internasional.
       Nah, kalau TPN-OPM mau menggugat Pepera, itu sama artinya dengan ‘menggarami lautan’ alias SIA-SIA. Mengapa? Karena kaum pemberontak yang bisa mengugat PEPERA ke Mahkamah Internasional hanyalah kaum pemberontak biliygrand yang diakui secara internasional seperti Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Sedangkan TPN-OPM tak masuk kategori kaum pemberontak bilygrand, tapi masih kategori kaum pemberontak insurgent. Karena itu, OPM tak bisa melakukan perbuatan secara internasional karena dia tak diakui oleh masyarakat internasional dalam hal ini negara negara didunia sebagai sebuah subyek hukum internasional. 

       Dengan kata lain, TPN—OPM (OPM) bisa menggugat PEPERA ke Mahkamah Internasional apabila telah memenuhi empat syarat. Pertama, menguasai sebagian wilayah. Kedua, mempunyai tanda pengenal yang jelas. Ketiga, mempunyai pemimpin yang jelas. Keempat, mendapat dukungan rakyat.
       Masalahnya adalah OPM sangat sulit memenuhi 4 syarat itu. Dari kategori wilayah, maka wilayah mana yang dikuasai. Atribut bisa terpenuhi. Dukungan dari rakyat belum tahu siapa yang memberikan dukungan kepada OPM. Namun apabila OPM sudah diterima negara negara internasional sebagai kaum pemberontak bilygrand, maka OPM atau bisa mempersoalkan PEPERA di Mahkamah Internasional.
      Di bagian lain, sebagaimana tertuang dalam Statuta Roma 1948 yang mengatur tentang keberadaan Mahkamah Pidana International, organisasi dunia ini mempunyai kewenangan untuk mengadili 4 jenis pelanggaran HAM berat yakni kejahatan kemanusiaan, kejahatan genocide (pemusnaan etnis), kejahatan perang (war criminal) serta kejahatan agresi (invasi). Padalah PEPERA tak masuk dalam 4 jenis pelanggaran HAM berat, baik kejahatan kemanusiaan, kejahatan genocide, kejahatan perang serta kejahatan agresi. Jadi jelas, kalau para pencetus, pelaku, pendukung, dan simpatisan OPM hendak menuntut RI melakukan pelanggaran HAM berat melalui PEPERA 1969 lalu, maka semua itu akan sia-sia belaka, karena Mahkamah Internasional tidak akan menggubrisnya.
       Apalagi kalau dihadapkan pada hukum nasional RI, karena Indonesia tak mengakui kejahatan agresi sebagai pelanggaran HAM berat. UU HAM No 26 Tahun 2000. Tentang Pengadilan HAM Indonesia hanya mengadili dua jenis pelanggaran HAM yaitu kejahatan kemanusiaan dan kejahatan genocide. Sedangkan kejahatan perang dan kejahatan agresi atau perluasan wilayah tak menjadi kompetensi pengadilan HAM di Indonesia.
Menyangkut rencana International Lawyers for West Papua (ILWP) yang dijadikan ‘senjata’ OPM untuk memuluskan jalan aksi mereka memerdekakan Papua terlepas dari NKRI dengan cara menggugat Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Tahun 1969 di Mahkamah Internasional, bisa dipastikan tidak akan membuahkan hasil apa-apa. Alasannya karena syarat untuk menggungat ke Mahkamah Internasional adalah sebuah negara, sementara ILWP sendiri bukanlah suatu negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar