Di dunia ini kaum pemberontak terdiri dari dua kategori
yakni kaum pemberontak bilygrand adalah kaum pemberontak yang diakui secara
nasional dan kaum pemberontak insurgent adalah kaum pemberontak yang tak diakui
secara internasional.
Nah, kalau TPN-OPM mau menggugat Pepera, itu sama artinya
dengan ‘menggarami lautan’ alias SIA-SIA. Mengapa? Karena kaum pemberontak yang
bisa mengugat PEPERA ke Mahkamah Internasional hanyalah kaum pemberontak
biliygrand yang diakui secara internasional seperti Organisasi Pembebasan
Palestina (PLO). Sedangkan TPN-OPM tak masuk kategori kaum pemberontak
bilygrand, tapi masih kategori kaum pemberontak insurgent. Karena itu, OPM tak
bisa melakukan perbuatan secara internasional karena dia tak diakui oleh
masyarakat internasional dalam hal ini negara negara didunia sebagai sebuah
subyek hukum internasional.
Dengan kata lain, TPN—OPM (OPM) bisa menggugat PEPERA ke
Mahkamah Internasional apabila telah memenuhi empat syarat. Pertama, menguasai
sebagian wilayah. Kedua, mempunyai tanda pengenal yang jelas. Ketiga, mempunyai
pemimpin yang jelas. Keempat, mendapat dukungan rakyat.
Masalahnya adalah OPM sangat sulit
memenuhi 4 syarat itu. Dari kategori wilayah, maka wilayah mana yang dikuasai.
Atribut bisa terpenuhi. Dukungan dari rakyat belum tahu siapa yang memberikan
dukungan kepada OPM. Namun apabila OPM sudah diterima negara negara
internasional sebagai kaum pemberontak bilygrand, maka OPM atau bisa mempersoalkan
PEPERA di Mahkamah Internasional.
Di bagian lain, sebagaimana tertuang dalam Statuta Roma 1948
yang mengatur tentang keberadaan Mahkamah Pidana International, organisasi
dunia ini mempunyai kewenangan untuk mengadili 4 jenis pelanggaran HAM berat
yakni kejahatan kemanusiaan, kejahatan genocide (pemusnaan etnis), kejahatan
perang (war criminal) serta kejahatan agresi (invasi). Padalah PEPERA tak masuk
dalam 4 jenis pelanggaran HAM berat, baik kejahatan kemanusiaan, kejahatan
genocide, kejahatan perang serta kejahatan agresi. Jadi
jelas, kalau para pencetus, pelaku, pendukung, dan simpatisan OPM hendak
menuntut RI melakukan pelanggaran HAM berat melalui PEPERA 1969 lalu, maka
semua itu akan sia-sia belaka, karena Mahkamah Internasional tidak akan menggubrisnya.
Apalagi kalau dihadapkan pada hukum nasional RI, karena
Indonesia tak mengakui kejahatan agresi sebagai pelanggaran HAM berat. UU HAM
No 26 Tahun 2000. Tentang Pengadilan HAM Indonesia hanya mengadili dua jenis
pelanggaran HAM yaitu kejahatan kemanusiaan dan kejahatan genocide.
Sedangkan kejahatan perang dan kejahatan agresi atau perluasan wilayah tak
menjadi kompetensi pengadilan HAM di Indonesia.
Menyangkut rencana International Lawyers for West Papua
(ILWP) yang dijadikan ‘senjata’ OPM untuk memuluskan jalan aksi mereka
memerdekakan Papua terlepas dari NKRI dengan cara menggugat Penentuan Pendapat
Rakyat (Pepera) Tahun 1969 di Mahkamah Internasional, bisa dipastikan tidak
akan membuahkan hasil apa-apa. Alasannya karena syarat untuk menggungat ke
Mahkamah Internasional adalah sebuah negara, sementara ILWP sendiri bukanlah
suatu negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar