Selasa, 31 Juli 2012

HADAPI SEPARATIS PAPUA

Gerakan separatisme masih menjadi ancaman nyata bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam menghadapi ancaman gerakan separatisme ini, pemerintahan Indonesia yakin bahwa penyelesaian masalah ini hanya dapat dilakukan secara menyeluruh dan damai. Keberhasilan dalam penyelesaian masalah separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) menjadi pelajaran penting untuk menyelesaikan masalah separatisme di daerah lainnya.
Kondisi keamanan di daerah Papua sampai saat ini masih kondusif walaupun masih terjadi insiden penembakan terhadap warga sipil maupun aparat keamanan. Berbagai peristiwa tersebut, memperlihatkan bahwa konflik kekerasan  masih ada di Papua. Kejadian lain seperti aksi-aksi simbolis untuk mendukung gerakan separatisme, seperti pengibaran bendera Bintang Kejora 1 Juli lalu, yang bertepatan dengan hari jadi Polri, menunjukan bahwa permasalahan separatisme di Papua cukup serius.
Pemerintah terus mengupayakan untuk menyelesaikan permasalahan separatisme ini, baik melalui kegiatan represif terhadap kelompok-kelompok bersenjata maupun persuasif melalui upaya meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat Papua, sehingga penyelesaian ini dapat diselesaikan secara komprehensif dan menyeluruh dalam kerangka otonomi khusus bagi Papua.
Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana menurunkan tingkat perlawanan gerakan separatis dan menggalang tokoh kunci gerakan separatis OPM. Tergalangnya tokoh-tokoh kunci gerakan separatis tersebut diharapkan mampu meredam aktivitas bersenjata.
Tetap eksisnya Gerakan Separatis Papua yang menamakan diri Organisasi Papua Merdeka di Papua, meskipun jumlahnya makin kecil namun masih tetap menjadi ancaman bagi stabilitas keamanan di Papua. Disisi lain, hingga kini masih ada upaya dari OPM di luar negeri untuk menggalang dukungan politik masyarakat internasional bagi perjuangannya mewujudkan kemerdekaan Papua.
Embrio dari gerakan separatisme tersebut muncul karena ketidakpuasan elemen masyarakat di daerah terhadap kebijakan Pemerintah Pusat yang dinilai tidak adil. Penelitian yang dilakukanoleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menunjukan bahwa akar permasalahan terjadinya konflik di Papua adalah karena adanya marginalisasi dan tindakan diskriminatif dalam pembangunan ekonomi terhadap orang asli Papua, kurangnya pembangunan terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi rakyat, paradigma sejarah bergabungnya Papua ke Indonesia, dan belum adanya rekonsiliasi atas kekerasan yang terjadi di masa lalu.
Oleh karena itu, langkah yang diperlukan untuk menyelesaikannya harus komprehensif dan menyeluruh dalam semua bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar