Implementasi
dari kekhususan Papua yang sudah lebih sepuluh 10 tahun menjalankan sistem
Otonomi Khusus (Otsus), tahun lalu, tepatnya pada Kamis, (11/10/2012) di Lapangan Skyline Kotaraja,
Distrik Jayapura Selatan sejumlah Raja dari Papua memproklamasikan keberadaan
mereka sebagai Pemimpin di Tanah Papua. Kepemimpinan yang dideklarasikan itu
bukan kepemimpinan dalam arti politik, tetapi kepemimpinan adat dan budaya.
Karenanya, ritual proklamasi itu dilakukan dengan ritual adat, ditandai pembicaraan singkat dalam rumah adat dan api
adat.
Pengukuhan
atas Raja Tanah Papua yang terpilih, yaitu Raja Alex Mebri Meden Yansu Meiran
ditandai dengan “pembaptisan” dengan air adat oleh raja-raja yang hadir, yakni
Emanuel Koyari dan Korano Mambaisyen Wanijan (Raja dari Teluk Saireri), dan
Christian Mehuze selaku keturunan putri raja
dari Selatan.
Dalam
waktu dekat, Raja Alex Membri dan sejumlah raja akan keliling ke daerah-daerah
untuk mengukuhkan raja-raja di daerah-daerah. Dalam daftar kerjaan di Bumi
Nusantara, untuk wilayah Papua tedapat sedikitnya 10 kerajaan yang tersebut di
berbagai wilayah. Di wilayah Timur Papua terdapat kerajaan Patipi, Rumbati,
Sekar, Wertuar, dan Fatagar. Di wilayah Barat terdapat Kerajaan Waigama di
Pulai Misool, kerajaan Lilinta, dan Kerajaan Waigeo di Raja Ampat. Sedangkan di
wilayah utara Papua terdapat Kerajaan Mapia di Pulau Mapia.
Tanggapan
Forkorus
Terkait
deklarasi para raja tersebut ditanggapi dingin oleh Forkorus Yaboisembut yang
setahun lalu melalui sebuah forum yang mereka sebut Konferensi Rakyat Papua III
telah ditetapkan sebagai ‘Presiden’ negara federal republik Papua Barat.
Forkorus
yang kini sedang mendekam di LP Abepura lantara divonis makar itu menegaskan
bahwa sistem kerajaan di Papua hanya ada di Sorong dan Raja Ampat. Sedangkan di
daerah lainnya hanya ada Ondoafi, kepala-kepala suku, Mambri, dan selanjutnya
sesuai dengan sebutan adat istiadat daerah masing-masing.
Forkorus
khawatir, jika sistem kerajaan ini berjalan, maka ‘negara’ Papua barat yang
telah dideklarasikannya menjadi tak bernilai lagi, padahal ia dan para
pengikutnya sudah mengorbankan segala-galanya demi (termasuk kebebasan hidup
mereka) demi mempertahankan ‘negara’ yang mereka bentuk itu.
“Kami
tetap melihat mereka sebagai bagian dari kami, tapi apa yang mereka perbuat,
itu tidak akan mempengaruhi sikap kami,” ujar Pdt. Ketty Yabansabra mengutip
pernyataan Forkorus.
Draf
Perdasus
Selain
akan mensosialisasikan deklarasi kepemimpinan para Raja, Raja Alex Membri dan
para deklarator juga sudah menyiapkan draf Peraturan Daerah Khusus (Perdasus)
tentang sistem pemerintahan raja di Tanah Papua. Draf itu akan diserahkan
kepada Majelis Rakyat Papua (MRP) yang selanjutnya digodok dan diserahkan ke
DPRP untuk disahkan menjadi Perdasus.
Kelembagaan
para raja yang sedang disiapkan itu bernama Kerajaan Papua Barat New
Guene/Malanesia (KPBNG/M). Struktur kepemimpinan para raja disesuaikan dengan
struktur sosial yang ada di Tanah Papua. Di tingkat kampung, dan distrik para
raja mempunyai kewenangan melakukan pengawasan dan perlindungan terhadap Kepala
kampong dan kepala distrik. Di tingkat kabupaten/kota para raja berwenang
mengawasi dan melindungi pada Bupati dan walikota. Di tingkat provinsi para
raja mempunyai hak dan kewajiban melakukan pengawasan dan perlindungan terhadap
gubernur. Sedangkan di tingkat pusat, untuk melindungi presiden dan
menteri-menteri.
Menurut
Raja Alex Memberi, pembentukan kelembagaan para Raja ini bukan untuk merampas
dan bukan melawan kekuasaan pemerintah, tetapi untuk bersinergi dengan
pemerintah serta demi membangun Tanah Papua bagi kesejahteraan lahir dan
batinmasyarakat Papua.
“Jadi
ini bukan Negara tapi bentuk kerajaan yang namanya Pembentukan Raja ini juga
merupakan amanat dari UU No 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus,” tegasnya.
Mengutuk
OPM dan Gerakan Kemerdekaan
Demi kesejahteraan masyarakat Papua itulah, Raja Alez Membri mengajak semua
suku-suku yang ada di Tanah papua termasuk TPN OPM untuk bergabung membangun
Papua. Dirinya meminta anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) agar segera meninggalkan
hutan, karena tindakan ituadalah tindakan sesat yang merugikan diri sendiri.
Bendera Bintang Kejora (BK), harus segera dilenyapkan dari Tanah Papua.
Menurutnya,
corak dalam bendera Bintang Kejora merupakan 7 kunci maut yang diberikan Iblis
yang menyebabkan banyak orang Papua meninggal.
“Masalah
Papua sudah selesai, tidak ada merdeka, kalau ada perjuangan kemerdekaan
cangkokan, maka mereka itu jelas akan dikutuk,” tandas Raja Alex.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar