Indonesia sebagai Negara Bangsa (Nation
State), mewadahi banyak keragaman budaya yang tumbuh di dalam masyarakat.
Setiap keragaman budaya yang tumbuh di tanah air terbentuk melalui proses
sejarah yang sangat panjang. Berbagai suku, bahasa, agama, sosial budaya, dan
adat istiadat tumbuh subur di pelosok Nusantara dari waktu ke waktu, dari masa
ke masa.
Berbagai kebijakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan pada masa lalu - yang menitikberatkan pada sistem
yang terpusat (sentralistik) serta menggunakan pendekatan keamanan - merupakan
salah satu pemicu munculnya ketidakadilan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Di Papua, kondisi itu menjadi pemicu munculnya pergolakan di masyarakat yang ditampilkan dalam berbagai
bentuk reaksi, antara lain, munculnya gerakan separatis yang ingin memisahkan
diri dari NKRI.
Hingga kini, Organisasi Papua Merdeka (OPM), bendera
Bintang Kejora, dan semangat sebagian kaum muda Papua untuk memisahkan diri
dari NKRI, masih belum padam.
Untuk meredam keinginan sebagian
rakyat Papua memisahkan diri dari NKRI serta guna mempercepat pembangunan di
Papua dan memperkecil kesenjangan, Pemerintah mulai memberikan perhatian yang
sungguh-sungguh kepada Provinsi Papua dan Papua Barat agar dapat tumbuh dan
berkembang sebagaimana wilayah lain di tanah air.
Pada tahun 1999, Pemerintah menerbitkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1992 tentang Pemerintahan Daerah. Pengaturan dalam
Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang luas kepada daerah untuk mengatur
dan mengurus urusan rumah tangga sendiri. Namun, ruang yang disediakan oleh
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 itu dianggap masih belum mampu
mengakomodasikan kekhasan budaya dan adat istiadat masyarakat Papua, baik dalam
pengelolaan pemerintahan maupun pembangunan di wilayah Papua.
Berbagai kalangan di Papua menuntut
untuk mengembangkan kekhasan budayanya dalam konteks NKRI melalui kebijakan
pada tingkat nasional yang bersifat khusus. Aspirasi dan tuntutan yang
berkembang itu, kemudian direspon oleh pemerintah dengan terbitnya
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Otonomi Khusus bagi
Provinsi Papua.
Otonomi Khusus bagi Papua ini pada dasarnya
adalah pemberian kewenangan yang lebih luas bagi Pemerintah Daerah Provinsi dan
rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri di dalam kerangka NKRI.
Kewenangan yang lebih luas berarti pula tanggung jawab yang lebih besar bagi
Pemerintah Daerah dan rakyat Papua untuk menyelenggarakan pemerintahan dan
mengatur pemanfaatan kekayaan alam di Papua bagi kemakmuran rakyat Papua.
Namun Otsus ini akhirnya dijadikan
senjata oleh pihak-pihak yang pro Papua Merdeka untuk menyerang balik
pemerintah pusat, dengan mengeksploitasi berbagai kekurangan dan kegagalan
dalam penyelenggaraan Otsus.
Tentu kita semua berharap, Otsus
yang hakikatnya bertujuan untuk kemakmuran warga masyarakat Papua, dapat kita
laksanakan sekaligus kita evaluasi bersama-sama demi kebaikan semua. Bukan
malah ‘air susu dibalas air tuba’. Perhatian, kebaikan dan terobosan yang
dilakukan pemerintah untuk rakyatnya justru dijegal, dirusak, dan dipolitisir
untuk mengadudomba rakyat dengan pemerintahnya dan memprovokasi rakyat untuk
berontak. Kasihan, rakyat jua lah yang akan menjadi korbannya.
Saya hanya bisa menghimbau
saudara-saudaraku di Papua, agar dengan melihat dan mempelajari Otsus dengan
hati yang bersih, pikiran yang tenang, dan sikap kerjasama yang baik, sehingga
Otsus dapat berjalan dengan baik dan pada akhirnya benar-benar dapat dirasakan
manfaatnya oleh warga Papua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar