Untuk
menghilangkan tuntutan referendum dari Tanah Papua, tentu faktor-faktor
penyebab yang memunculkan tuntutan ini perlu dipecahkan. Lepasnya Timor-Timor
menjadi pengalaman sangat pahit, dan Papua jauh lebih besar potensi SDA-nya
dibanding Timor-Timur. Jika kita, dalam hal ini pemerintah, tidak segera merubah
paradigma dan orentasi pembangunannya maka niscaya akan menelan buah simalakama
demokrasinya.
Dalam
ruang demokrasi, tidak ada lagi sumbatan bagi setiap warga khususnya warga
Papua untuk menyerukan keinginannya, bahkan tidak hanya berbicara di daerah,
tapi juga akan bicara di forum-forum internasional termasuk di PBB.Terlebih
lagi Papua adalah ladang subur tempat melampiaskan ketamakan para kapitalis
Barat melalui instrumen negaranya untuk melakukan imperialisasi dan
memposisikan Papua dalam subordinat kepentingan mereka.
Indonesia
harus mencermati “dalang” dibalik tuntutan referendum yang masih bergema di
Papua, karena sebenarnya masyarakat kecil kebanyakan tidak begitu paham dengan
perihal referendum tersebut. Sekelompok elit politik-lah yang sebenarnya
bermain, dengan membangun jejaring baik di pusat kekuasaan maupun jejaring
Internasional (dengan gereja dan LSM-LSM asing) .
Namun
sesungguhnya kalau dicermati, kepentingan Global yang memainkan peran penting
di Papua. Semacam simbiosis mutualisme antara kepentingan Global Barat dengan
kelompok opurtunis local. Namun sesungguhnya Baratlah yang memiliki dominasi
kepentingan dan keuntungan dengan “kemerdekaan” atau “federalism” kelak, yang
sekarang tengah diusahakan melalui isu referendum dalam ruang demokrasi dan
bendera HAM yang usang.
Fakta, Papua yang terletak
di pantai Selatan timur Indonesia itu menjadi lokasi tambang emas dan tembaga
terbesar di dunia, Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. Perusahaan
Amerika ini memegang 90,64 persen saham dari anak perusahaan PT Freeport Indonesia. Sisanya dimiliki oleh pemerintahan
di Jakarta.
Melihat
itu semua, jelas bahwa Papua adalah bagian dari Indonesia. Oleh karenanya, kita
wajib untuk mencegah siapapun atau pihak manapun yang hendak ‘menyerahkannya’ seperti
saat diserahkannya Timor Timur, terlepas dari apa pun tekanan eksternal yang
dilakukan, dan terlepas dari hilangnya nyawa dalam memerangi pemberontak.
Penanganan masalah Papua harus
diselesaikan bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemuka-pemuka
masyarakat, dan tokoh-tokoh agama yang berada di daerah Papua secara tuntas.
Dengan kata lain, penanganan Papua menuntut sikap cerdas, bijak, dan tulus,
serta pendekatan hukum guna berbagai aksi kekerasan bersenjata yang terjadi di
Provinsi paling timur Indonesia ini.
Stabilitas politik dan keamanan di
Papua sangat rapuh, sehingga kejadian-kejadian kecil bisa dipakai untuk sebuah
isu politik yang besar, “semua kelompok bisa bermain di Papua”.
Untuk itu, agar rakyat Papua bisa
menikmati hidup yang aman, maka pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota
di seluruh Papua harus benar-benar berkomitmen untuk menjalankan berbagai agenda
yang telah tertuang didalam Otsus, diantaranya pembenahan secara tuntas sistem
pendidikan dasar dan kesehatan yang masih sangat memprihatinkan, serta
mendorong tumbuh berkembangnya ekonomi kerakyatan agar rakyat Papua merasa
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar