Tentu kita banyak berharap akan terjadinya
perubahan di negara ini, tetapi realita berbicara lain. Antara harapan dan
kenyataan belum menyatu. Berbagai kejadian yang melanda negara ini terus
menghimpit dan mendera bangsa kita. Belum selesai satu persoalan disusul lagi
persoalan baru. Akhirnya kita menjadi “kecewa”. Kta menjadi malu sebagai bangsa
Indonesia.
Situasi perkembangan politik yang ada turut
mewarnai perjalanan sejarah bangsa. Sebagai konsekuensi dari dinamika politik tersebut
telah membawa kita ke arah yang selalu diwarnai dengan pertentangan dan perpecahan.
Hari ini orang-orang dari satu partai dapat begitu kompaknya, namun hanya
karena adanya kepentingan individu yang berbeda akhirnya hengkang ke partai
lain.
Ketika terjadi kecelakaan pesawat militer,
orang-orang ramai menyalahkan pemerintah dan bersimpati kepada TNI atas kondisi
alutsistanya yang tua sehingga memakan korban yang seharusnya tidak perlu
terjadi. Tentara yang “dibuat” dengan mahal menggunakan uang rakyat,
ujung-ujungnya tidak mati akibat tugas di medan pertempuran
tetapi karena kecelakaan. Namun ketika separatisme mulai menyeruak lagi di
Papua, tidak satupun pihak yang mempertanyakan – apalagi mendukung – keterlibatan militer untuk
berada di depan dalam menghadapinya, padahal Polri sudah menyatakan
berkali-kali kewalahan dihadapkan pada kondisi geografis dan demmografis Papua
yang sedemikian berat bagi aparatur keamanan dan ketertiban masyarakat.
Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Irian Jaya
(Papua) tetap menggeliat, bahkan belakangan mulai sering
melakukan penyerangan dan penghadangan secara terbuka terhadap aparat keamanan,
Polri dan – terakhir – iring-iringan kendaraan TNI. Lebih dari itu, OPM secara sistematis melakukan propaganda di media massa cetak, elektronik
dan online untuk menunjukkan eksistensinya sekaligus mencari
dukungan berbagai pihak, di dalam maupun di luar negeri.
Puluhan tahun silam bangsa ini telah
berikrar lewat gerakan Boedi Oetomo yang dijadikan bangsa ini sebagai momen
Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang jatuh pada 20 Mei 1908. Puluhan
tahun kemudian diikrarkan lagi dalam sebuah Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928
bagaimana agar tetap satu dalam tanah air, bangsa, dan bahasa yaitu Indonesia.
Harapan-harapan ini tidak lain adalah semoga bangsa dan negara ini ke depan
tetap utuh dalam bingkai NKRI tanpa ada pihak lain yang merasa tertindas dalam
pengelolaan negara ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar