Kamis, 08 November 2012

Dunia Tak Bisa Gugat Papua


Papua pada hakikatnya bukan hanya salah satu pulau di kawasan timur negeri ini, namun merupakan bagian yang sangat penting untuk melacak sejarah pendirian republik ini. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Papua merupakan tempat lahirnya ide Pendirian Republik Indonesia. Boven Digoel, salah satu wilayah di Papua yang saat ini sudah menjadi sebuah kabupaten di Papua, sebenarnya merupakan tempat yang bersejarah yang menjadi tempat pembuangan di zaman kolonialisme.
Papua juga pernah melahirkan beberapa tokoh lokal, seperti Silas Papare kelahiran Serui, 18 Desember 1918, yang memiliki jiwa kebangsaan yang tinggi. Begitu mendengar Indonesia telah merdeka, ia kemudian bersama-sama teman-temannya yang tergabung dalam Batalion Papua pada Desember 1945 melakukan pemberontakan terhadap Belanda.
Ada beberapa tokoh Papua lainnya yang berperan dalam sejarah perjuangan Indonesia sebagai Pahlawan Nasional seperti Frans Kaisiepo (1921-1979) dan Marten Indey (1912-1986) yang membuktikan bahwa sejak pendudukan Belanda rakyat Papua sudah menjadi bagian dari NKRI dan berjuang bersama-sama melawan Belanda. Proses integrasi Papua di pangkuan ibu pertiwi membutuhkan proses yang panjang.
Melalui proses perjuangan militer dan diplomasi yang panjang, kesepakatan RI-Belanda sedikit mencapai titik terang dengan dilaksanakannya Perjanjian New York pada tanggal 15 Agustus 1962 di Markas Besar PBB. Isi dari Perjanjian New York adalah Belanda harus menyerahkan wilayah Papua Barat kepada PBB/United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) yang selanjutnya akan menyerahkan Papua kepada RI dengan syarat, pemerintah RI harus memberikan kesempatan referendum kepada masyarakat Papua.
Proses pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) sendiri mulai dilaksanakan tanggal 24 Juli sampai dengan Agustus 1969, yang dilaksanakan di delapan kabupaten, yaitu Merauke, Jayawijaya, Paniai, Fakfak, Sorong, Manokwari, Biak, dan Jayapura oleh 1.026 anggota Dewan Musyawarah Pepera (DMP) mewakili jumlah penduduk Papua pada saat itu yang berjumlah 809.327 jiwa. 
DMP tersebut terdiri atas 400 orang mewakili unsur tradisional (kepala suku/adat), 360 orang mewakili unsur daerah dan 266 orang mewakili unsur organisasi politik/organisasi kemasyarakatan. Petugas PBB yang mewakili Sekjen PBB adalah Dubes Bolivia, Fernando Ortiz Sanz bersama-sama 16 orang pengawas PBB lainnya. Hasil dari Pepera yang digelar di delapan kabupaten Irian Barat (Papua), semuanya memilih dan menetapkan dengan suara bulat bahwa Irian Barat merupakan bagian mutlak dari Republik Indonesia. Ini menandai bahwa secara de facto masyarakat Papua memilih untuk berintegrasi dengan NKRI. 


Dengan dikeluarkannya Resolusi PBB nomor 2504 pada Sidang Umum PBB 19 November 1969, dengan 82 negara yang setuju, 30 negara abstain dan tidak ada yang tidak setuju, menunjukkan bahwa dunia Internasional sudah mengakui keabsahan Pepera 1969.
        Dengan demikian, artinya, apa pun kata dunia … seberapa pun keras teriakan, tuntutan, dan tekanan … serta selicin apa pun upaya memutarbalikkan fakta yang ada … Papua adalah SAH SECARA HUKUM dan POLITIK sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan RI.
        DUNIA TAK BISA MENGGUGATNYA … apalagi hanya sebatas pelaku dan simpatisan Gerakan Separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar