Kamis, 22 November 2012

Menyoal (lagi) Dana Otsus Papua



Mengapa Papua masih terus bergejolak meskipun sudah triliunan rupiah dana Otonomi Khusus (Otsus) dialirkan oleh Pemerintah Pusat ke Pulau Cendrawasih itu?
Pertanyaan tersebut sangat layak dikemukakan mengingat sejak 2001 melalui UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua,Pemerintah pusat telah menetapkan Provinsi Papua sebagai Daerah Otonomi Khusus. Pengaturan mengenai penerapan Otsus di Papua merupakan kebijakan nasional yang melakukan diferensiasi kebijakan atas daerah yang memiliki kekhasan, baik ditinjau dari sisi sejarah maupun budaya dengan menerapkan sistem desentralisasi asimetris.
Penerapan Otsus Papua diikuti dengan memberikan kekhususan dalam melaksanakan desentralisasi fiskal yang diatur dalam Pasal 34 ayat (1) huruf c UU No. 21 Tahun 2001, yang memberikan ruang terhadap adanya penerimaan provinsi dalam rangka Otonomi Khusus. Pola semacam itu dikenal dengan metode transfer antarpemerintah (intergovernmental transfers), yaitu pemindahan penerimaan umum yang berasal dari berbagai pajak yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah/lokal untuk pembiayaan tertentu.
Hal itulah yang dikenal sebagai dana Otsus. Pemberian dana Otsus tersebut merupakan tindak lanjut dari penerapan sistem desentralisasi asimetris di Papua.Tak salah jika dikatakan bahwa desentralisasi asimetris merupakan bentuk federalisasi lunak (soft federalism) guna memberikan ruang yang lebih luas kepada suatu daerah tertentu dalam suatu negara yang mengalami krisis hubungan politik antara pusat-daerah. Model desentralisasi asimetris semacam itu mirip dengan kebijakan pemerintah pusat terhadap Nanggroe Aceh Darussalam.
Pertanyaan kritis yang perlu dikemukakan terkait kembali menguatnya gejolak sebagian unsur masyarakat di Papua yang konon disponsori oleh OPM adalah sejauh mana keterkaitan aksi- aksi tersebut dengan kebocoran dana Otsus yang menurut temuan BPK telah mencapai angka Rp4,2 triliun? Pertanyaan tersebut perlu dijawab dengan melakukan pendekatan komprehensif dalam menyelesaikan kompleksitas permasalahan di Papua yang memicu terjadinya peningkatan suhu politik di Papua.
Semakin meluasnya ketidakpuasan akibat kesenjangan ekonomi yang kian melebar di Papua kini kian berbaur dengan isu politik yang selama ini diusung oleh para aktivis yang bernaung di bawah OPM. Bahkan, sumbu pendek sebagian besar masyarakat Papua yang merasa tidak puas atas penerapan transfer fiskal yang salah urus di Papua kini sangat mudah dinyalakan oleh siapa pun yang ingin mengail di air keruh.
Kasus penyimpangan dana Otsus Papua merupakan sebuah pelajaran sangat berharga bahwa kebijakan mengalirkan sejumlah besar dana atas nama Otsus harus berjalan seiring dengan upaya membangun transparansi, akuntabilitas dan partisipasi rakyat lokal. Dengan kondisi yang berkembang saat ini di Papua, tak ada pilihan lain selain mencoba melakukan pendekatan dengan hati melalui sistem desentralisasi berbasis empati, sekaligus melalui langkah-langkah hukum yang kongkrit dan tegas dalam  mengatasi kebocoran (disana-sini) dalam aliran dana Otsus, dengan menjerat para pelaku korupsinya tanpa pandang bulu dan tidak tebang pilih, mulai dari tingkat Pusat (Jakarta) hingga jajaran pejabat Lokal/Daerah di Papua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar